Evolusi SARS-CoV 2

Bagikan

Pandemi Coronavirus Disease 2019 atau dikenal dengan COVID-19 telah berlangsung selama  lebih dari 2 tahun, sejak pertama kali virus penyebabnya yaitu Severe Acute Respiratory Syndrome-Coronavirus type 2 (SARS-CoV 2) terdeteksi di Wuhan, China pada akhir bulan Desember 2019. Agen penyebab COVID-1919 ini tanpa diduga dapat menyebar dengan cepat secara global, yaitu dalam kurun waktu kurang dari 3 bulan [1]. Hal ini dapat terjadi karena beberapa hal yaitu:

  1. penularannya yang mudah (melalui droplet);
  2. infeksi virus ini pada manusia, tidak semuanya menunjukan gejala (asimptomtik) atau bahkan hanya bergejala ringan,
  3. tingkat mobilitas manusia antar wilayah yang tinggi [2,3]. 

Penyebaran yang cepat ini, berakibat pada munculnya varian-varian baru dari SARS- CoV 2.  

SARS- CoV 2 secara umum merupakan virus RNA yang terus berevolusi dikarenakan sifat mutasi yang lebih tinggi dibandingkan virus DNA [4]. Mutasi pada SARS-CoV 2 diduga terjadi karena sifat alami RNA virus yang kurang efisien dalam menskrining kesalahan dalam replikasi, rekombinasi dua lineage virus yang menginfeksi inang yang sama, ataupun disebabkan oleh sistem pengeditan RNA inang yang merupakan bentuk dari respon imun alami [5]. Mutasi ini menyebabkan virus RNA dapat menghasilkan varian-varian baru yang memiliki adaptabilitas lebih baik dalam menghadapi kondisi yang tidak menguntungkan yaitu varian yang resisten terhadap obat, mampu mengecoh antibodi, ataupun meningkatan invasi pada sel host. 

Dari hasil penelitian diketahui bahwa tingkat mutasi genom SARS-CoV 2 rata-rata adalah sekitar 3.7 x 10-6 per nucleotide per siklus infeksi. Namun yang mencegangkan adalah tingkat mutasi gen pengkode protein Spike (S) yang berperan dalam masuknya virus ke dalam sel, cukup tinggi yaitu 16 x 10-6 per nucleotide per siklus infeksi [6]. Selain itu berdasarkan hasil analisis terhadap varian SARS-CoV2 di tahun 2020, diketahui bahwa SARS-CoV 2 mengalami tingkat mutasi yang lebih tinggi dibandingkan influenza virus H1N1 dan H3N2 musiman [7].   

Varian SARS-CoV 2 pertama kali terdeteksi pada akhir bulan Januari 2020 dengan ada substitusi D614G pada gen pengkode protein S, selanjutnya varian ini menjadi dominan di seluruh dunia pada bulan Juni 2020. Varian SARS-CoV 2 yang mengalami mutasi pada gen S dan menjadi varian of concern (VOC), teridentifikasi kembali pada akhir bulan Desember 2020 sampai dengan Awal januari 2021 yaitu Varian B.1.1.7 Inggris, B.1.351 Afrika Selatan, P.1 Brazil dan B.1.617 India (delta). Varian-varian ini menyebabkan penurunan pada aktivitas netralisasi sistem imun dan meningkatkan laju penyebarannya pada inang [8-11]. Dimana berdasarkan data sebaran varian litbangkes 2021, varian delta menyebabkan peningkatan kasus gelombang kedua di Indonesia pada pertengahan tahun 2021 dengan penambahan kasus positif berkisar seribu hingga sepuluh ribu kasus/hari. Tidak berhenti sampai delta, pada November 2021 varian SARS-CoV 2 baru yaitu Omicron, yang juga mengalami mutasi pada gen pengkode protein S, terdeteksi pertama kali di Afrika Selatan. Perlu diketahui bahwa sampai akhir 2021 populasi di negara afrika selatan yang sudah memperoleh vaksinasi lengkap baru mencapai sekitar 35% [12]. Tingkat vaksinasi yang rendah diduga dapat menjadi salah satu faktor munculnya varian baru.

Varian Omicron diketahui memiliki 50 titik mutasi, dengan sekitar 30 mutasi berada pada Gen pengkode protein S dimana 11 mutasi berada di daerah receptor binding domain (RBD) [12]. Jumlah mutasi tersebut lebih banyak dibandingkan varian delta yang sempat mendominasi penyebab COVID-19 didunia. Adanya mutasi pada protein S, terutama area RBD, mengindikasikan kemampuan adaptasi SARS-CoV 2 terutama pada tahap pertama infeksi yaitu tahap masuk ke dalam sel (infeksi sel).  Mutasi gen pada protein S terutama pada area RBD menjadi sorotan dikarenakan dapat menyebabkan efisiensi SARS-CoV 2 untuk dapat masuk ke dalam sel seperti yang terlihat pada varian delta dan Omicron saat ini. RBD merupakan area pada protein S yang akan berikatan dengan reseptor pada sel manusia yaitu Angiotensin-Converting enzyme 2 (ACE 2). Mutasi yang terjadi pada varian Delta dan Omicron di area ini menyebabkan afinitas ikatan antara RBD dan ACE 2 menjadi lebih efisien, sehingga virus lebih mudah masuk ke dalam sel dan melakukan proses replikasi. Untuk kasus varian Omicron, mutasi pada gen S juga menyebabkan tidak terdeteksinya gen tersebut menggunakan metode polymerase chain reaction (PCR), terjadinya reinfeksi SAR-CoV 2 kembali meskipun pernah terinfeksi varian lain SARS-CoV 2, dan penurunan efektivitas vaksin dibandingkan terhadap varian lainnya. Saat ini, untuk meningkatkan kekebalan tubuh maka dianjurkan pemberian vaksin ke-3 (booster) [13].  Dari sisi klinis infeksi oleh varian Omicron sampai saat ini masih belum bisa diambil kesimpulan, namun diketahui bahwa tingkat perawatan pasien yang sudah divaksinasi yang terinfeksi oleh Omicron lebih rendah dibandingkan pada penderita yang belum divaksinasi [11].

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat diketahui bahwa mutasi pada SARS-CoV 2 dipengaruhi oleh faktor internal yaitu sifat alamiah RNA virus dan eksternal yang dapat dikontrol oleh manusia. Oleh karena itu, dalam menghambat munculnya varian baru selain melakukan riset vaksin dan obat, beberapa negara terus menggalakkan program vaksinasi lengkap maupun booster, larangan perjalanan dari ataupun menuju negara-negara dengan kasus COVID-19 tinggi, memperluas fasilitas diagnosis, identifikasi varian SAR CoV-2, mengisolasi pasien positif, pelacakan kontak erat dengan pasien, dan menganjurkan penggunaan masker, serta  menghindari kerumunan. 

 

Referensi

  1. Hu, Ben., Guo, Hua., Zhou, Peng., & Shi, Zheng Li. (2020). Characteristics of SARS- CoV-2 and COVID-19. Nature Reviews Microbiology. doi:10.1038/s41579-020-00459-7.
  2. Dong, Y. et al. (2020). Epidemiology of COVID-19 among children in China. Pediatrics, 145 (6). doi: 10.1542/peds.2020-0702 
  3. Atkinson, Tyler., Dolmas, Jim., Koch, Christoffer., Koenig, Evan., Mertens, Karel., Murphy, Anthony. and Yi, Kei-Mu. (2020). Mobility and Engagement Following the SARS-Cov-2 Outbreak*. Federal Reserve Bank of Dallas. doi:10.24149/wp2014
  4. Peck, Kayla M., Lauring, Adam S.(2018). Complexities of Viral Mutation Rates. Journal of Virology.doi.org/10.1128/JVI.01031-17
  5. Dorp, L., Richard, D., Tan, C.C.S., Shaw, L.P., Acman, M., & Balloux, F. (2020). No Evidence for Increased Transmissibility from Recurrent Mutations in SARS-CoV-2. Nature Communications. doi:10.1038/s41467-020-19818-2
  6. Borges, Vítor., João Alves, Maria., Amicone, Massimo., Isidro, Joana., Zé-Zé, Líbia., Duarte, Sílvia., Vieira, Luís., Guiomar, Raquel., Paulo Gomes, João., Gordo, Isabel. (2021).Mutation rate of SARS-CoV-2 and emergence of mutators during experimental evolution. BioRxiv.  doi: https://doi.org/10.1101/2021.05.19.444774
  7. Liu, L., Zeng, F., Rao, J., et al. (2021). Comparison of Clinical Features and Outcomes of Medically Attended COVID-19 and Influenza Patients in a Defined Population in the 2020 Respiratory Virus Season. Front Public Health. doi:10.3389/fpubh.2021.587425
  8. Gómez, C. E., Perdiguero, B., & Esteban, M. (2021). Emerging SARS-CoV-2 Variants and Impact in Global Vaccination Programs against SARS-CoV-2/COVID-19. Vaccines, 9(3), 243. doi:10.3390/vaccines9030243 
  9. WHO. (2020, Desember 31). SARS-CoV-2 Variants. Mei 04, 2021. https://www.who.int/csr/don/31-december-2020-sars-cov2-variants/en/ CDC. (2021, Januari 28). Science Brief: Emerging SARS-CoV-2 Variants. Mei 04, 2021. https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/science/science-briefs/scientific-brief-emerging-variants.html#ref4 
  10. Bernal, Jamie Lopez., Andrews, Nick., Gower, Charlotte., et al. (2022). Effectiveness of Covid-19 Vaccines against the B.1.617.2 (Delta) Variant. The new England journal of medicine. d: 10.1056/NEJMc2119270
  11. Choudharya, Om Prakash., Dhawan, Manish., Priyankad. (2022). Omicron variant (B.1.1.529) of SARS-CoV-2: Threat assessment and plan of action. International Journal of Surgery: 97, 06187.
  12. Rössler, Annika., Riepler, Lydia., Bante, David., von Laer, Dorothee., Kimpel, Janine. (2022). SARS-CoV-2 Omicron Variant Neutralization in Serum from Vaccinated and Convalescent Persons. The new England journal of medicine. doi: 10.1056/NEJMc2119236

Artikel Lainnya